Ibu Rumah Tangga yang Sukses Berbisnis Tambang dan Properti
Senin, 15 Agustus 2016
Maya Miranda Ambarsari
Bagikan

Ibu Rumah Tangga yang Sukses Berbisnis Tambang dan Properti

Ibu satu anak ini tetap tampil feminin meski menekuni bisnis pertambangan yang ‘keras’ dan didominasi pria. Meski menyandang gelar sarjana hukum, Maya Miranda Ambarsari, S.H., MIB., memilih meneruskan kuliah di sekolah bisnis, yang akhirnya malah menjadi dunia kerjanya. 

Dikelilingi karyawan yang mayoritas laki-laki tak membuat wanita ramah ini lantas tampil galak. Kedekatannya dengan para karyawan membuatnya disukai anak buah. Meski di kantornya menjadi Presiden Direktur, begitu di rumah, Maya tetap turun tangan langsung memasak makanan kesukaan suami dan anaknya.

Maya menceritakan, pada dasarnya ia memang orang yang senang belajar dan sangat menikmati yang namanya sekolah. Setelah lulus kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, ia sempat menjadilawyer di salah satu kantor hukum. Namun kemudian, di tengah jalan ia ingin mendalami atau mempelajari ilmu lain, apalagi saat itu usianya masih 21 tahun. 

Jiwa Maya rupanya lebih ke bisnis sehingga ia mengambil sekolah bisnis di Swinburne University of Technology, Melbourne. Selama kuliah, ia juga tak hanya belajar saja, tapi juga bekerja sampingan, mulai di kantor konsultan, menjaga perpustakaan, menjadi model karena kebetulan warna kulitnya disenangi, atau menjadi MC karena suaranya yang berat. Selain itu, ia juga gemar memasak.

Alasan Maya ingin bekerja sambil kuliah, karena memang tidak ingin terus mengandalkan kiriman orangtuanya. Kepada orangtuanya, ia mengatakan ingin belajar mandiri sekaligus melatih intuisi bisnisnya dan mencari uang. Bahkan, saat sisa visanya masih berlaku, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan mengambil sekolah perhotelan. Dan ternyata, tidak pernah ia bayangkan sama sekali, justru kelak ia bisa masuk ke bisnis di bidang tersebut.

Setelah pulang ke Indonesia, Maya sempat diminta menjadi lawyer kembali di tempat yang sama, namun ternyata ia lebih suka berbisnis. Selain itu, ia juga sempat bekerja kantoran di sebuah perusahaan, bahkan sampai menjadi Presiden Direktur. Tapi hati kecilnya menginginkan ia untuk mempunyai perusahaan sendiri. 

Perusahaan yang ia pilih pun saat itu tidak main-main. Ia tertarik membuka perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas. Karena menurutnya, bisnis ini sangat jarang dilakukan orang, karena masih sulit dan resikonya juga sangat tinggi. Kalau sampai kalkulasinya salah, hasilnya pun bisa tak ada sama sekali dan juga sangat memakan waktu menjalankannya. Memang, tentu saja kalau dilihat dari hasilnya sangat menjanjikan. Apalagi jika dikerjakan dengan benar. Ditambah lagi, sangat jarang perempuan yang memegang usaha seperti ini. Dan ternyata, Maya bersyukur kini ia bisa menjalankan perusahaan tersebut, bahkan bisa sampai go public.

Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang pertambangan, tapi Maya memang percaya diri dan merasa tertantang, sekalipun mungkin menurut orang lain ini merupakan pekerjaan keras dan hanya untuk laki-laki. Menurut Maya, kesulitannya lebih ke masalah perizinan, penduduk yang tinggal di sekitar pertanbangan, man power, juga transfer teknologi yang kurang. Butuh waktu dan dana yang banyak untuk memulainya. Begitu pula dengan resikonya, bisa saja setelah beberapa tahun tidak menghasilkan apa-apa. Tapi bagi Maya, semuanya harus dihadapi dengan kuat.

Hampir 97% karyawannya adalah laki-laki. Jadi, lumrah kalau awalnya ia dianggap tidak mampu. Namun, Maya berusaha menunjukkan kemampuannya. Meski perempuan, ia juga tak perlu mengubah sikapnya menjadi seperti laki-laki. Ia tetap feminin dan berdandan. Tak perlu juga galak, namun wajib tegas sesuai peraturan, di mana pun pekerjaannya. 

Selain berusaha menunjukkan kemampuan, ia juga tetap hormat kepada orang yang lebih tua dengan bahasa yang santun. Untungnya, dengan badannya yang tinggi besar, begitu pula dengan suaranya, sangat membantu di saat bicara. Setiap kali menyelesaikan persoalan, ia berusaha mengajak karyawannya berdialog dan juga ia siap ditemui kapan saja. Siapa pun karyawan yang datang kepadanya, akan ia terima dan ajak bicara dari hati ke hati.

Selain dengan karyawan di kantor, Maya juga dikenal dekat dengan karyawan di rumahnya. Mulai dari asisten rumah tangga, satpam, hingga supir sudah ia anggap seperti keluarga dan anak-anaknya sendiri. Karena Maya sadar ia sangat butuh mereka, maka antara dirinya dengan karyawan di rumah harus menjadi satu tim dan bekerja dengan cerdas. Para karyawan tersebut mau memberikan tenaganya, maka Maya harus berterimakasih dengan cara bersikap baik dengan mereka.

Setelah usaha pertambangan emasnya mulai go public, Maya pun melakukan diversifikasi bisnis ke properti. Alasannya, karena ia juga senang mendesain dan menata rumah atau kantor. Tadinya ia hanya sebatas membeli properti lalu disewakan. Nyatanya, bisnis ini sangat bagus. Dan akhirnya, ia pun menjalaninya dengan makin serius bersama suaminya, Ir. Andreas Reza Nazaruddin, MH. Mereka membangun kondotel (kondominium dan hotel) di Yogyakarta, tepatnya di depan keraton, Cisarua, dan Bali. Bisnis yang dulunya ia anggap sebagai kegiatan untuk mengisi waktu saja, ternyata sekarang malah ia tekuni dengan serius.

maya%2Bm2.jpg

Maya mengaku sangat menikmati pekerjaan ini karena berkaitan dengan seni. Ketika menemukan tanah yang cocok untuk kondotel, ia bisa sangat senang dan bahagia. Produk yang ia buat tentu saja harus berbeda dari tempat lain, baik dari makanan, servis, tema per kamar. Itulah yang menjadi menarik buatnya, karena harus mengerahkan segala kemampuan, menikmati pemilihan tema mulai dari gaya modern, hingga bernuansa alam atau nature. Belum lagi, di bisnis ini ia juga bisa merekrut kurang lebih 150 karyawan, yang berarti bisa membantu keluarga mereka juga. Bisnis ini memang lebih banyak membuatnya tersenyum dan happy, berbeda dengan dunia pertambangan.

Maya memang senang melakukan bisnis yang barokah, bermanfaat, dan dimudahkan segala urusannya. Dengan berbisnis berarti ia juga bisa membuka lapangan pekerjaan buat orang lain. Tidak hanya sekedar memikirkan kelancaran bisnis atau keuntungan saja, tetapi juga kepentingan orang yang bekerja dengannya. Karyawannya harus merasa bahagia, dan sikap kekeluargaan harus selalu ia terapkan kepada setiap karyawan.

Sikap disiplin sudah dipelajari Maya sejak kecil dari kedua orangtuanya. Maya bercerita, orangtuanya selalu membiasakannya bangun malam untuk sholat, lalu menghirup udara Subuh untuk menyapa dunia. Kebiasaan itu masih terus ia lakukan setiap hari sampai sekarang. Maya selalu merasa beruntung, orang tuanya mengajarkannya bahwa hidup ini harus bermakna, agar ketika meninggalkan dunia bisa dalam keadaan tersenyum. Oleh karena itu, Maya mengaku suka heran bila ada orang yang mudah putus asa dan mengatakan tak bisa melakukan apa-apa. Salah satu kebiasaan ‘unik’ yang masih dilakukan Maya sejak dulu adalah, membaca dan menulis diary. Jadi apa yang sudah ia lakukan seharian, ia ceritakan didiary tersebut.

Selain bisnis, Maya juga aktif bergerak di dunia sosial. Ia memiliki Rumah Belajar di Kebayoran Baru yang menampung kegiatan belajar mengajar bagi orang tua yang tidak mampu. Di sana ada majelis taklim yang diikuti 150 ibu jompo, TPA untuk anak-anak tidak mampu, dan program beasiswa. Berbagai kursus yang diberikan mulai dari matematika, baca tulis, bahasa Inggris. Menurut Maya, kegiatan ini memang bukan bagian dari bisnisnya, tapi merupakan investasi akhirat. Bila ia berkunjung ke sana, ia selalu dibuat terharu melihat polosnya anak-anak kecil melafazkan ayat-ayat Al-Quran. Ia menempatkan posisinya di sana tidak sama ketika sedang berada di perusahaan. Ia harus menurunkan posisinya hingga bisa sejajar dengan mereka.

maya%2Bm1.jpg

Rumah Belajar tersebut juga tidak berada di tempat yang ala kadarnya, tapi cukup mewah dengan segala fasilitas yang bagus dan bersih. Ada pengajian untuk pemula, menengah, dan fasih. Ia juga memanggil ustazah, guru yoga, dan orang yang bisa mengajari mengatur keuangan untuk para tukang sayur dan gorengan. Selain itu, Maya juga memberikan dana pinjaman yang bisa dicicil Rp 100.000 per bulan tanpa bunga. Kalau ada yang tidak sanggup membayar, mereka harus tetap melaporkan perkembangan usahanya. Dengan kehadiran Rumah Belajar ini, jadinya anak-anak yang tidak mampu bisa merasakan apa yang dirasakan orang mampu. Karena selain kelasnya yang ber-AC, bangkunya yang bagus, guru yang mengajar juga sangat berkompeten, bukan sembarangan orang. Menurut Maya, peran guru sangatlah penting, karena itulah dasar dari anak-anak yang belajar. Mereka harus mendapatkan pendidikan yang benar. Dan seperti sekolah pada umumnya, di sana juga ada buku penghubung antara guru dan orangtua.

Kesuksesan Maya tak bisa lepas dari dukungan orang-orang terdekatnya. Maya mengaku banyak dibantu oleh orang-orang yang hebat. Sang suami adalah partner dirinya di semua hal. Mereka saling berbagi tugas. Suaminya banyak menangani hal-hal yang membutuhkan formalitas atau bertemu dengan orang. Sedangkan Maya lebih ke urusan internal, seperti pegawai, masalah interior dan penataan. Terkadang mereka juga saling beda pendapat. Tapi menurut Maya justru itu sangat bagus, karena apa yang ia pikirkan juga belum tentu benar. Mereka selalu bicara mufakat untuk mendapatkan tujuan yang sama. Lalu setelah itu mereka satukan dalam tim. Sementara dengan sang anak, Muhammad Khalifah, ia selalu mengajaknya berpikir seperti layaknya teman. Misalnya, ketika ia sedang mengajak melihat tanah, Maya tak langsung mengeluarkan pendapat sendiri tentang tanah tersebut, tapi selalu memberi kesempatan pada Khalifah untuk mengeluarkan pendapatnya. Begitu juga saat Maya mengajak ke pertambangan dengan menaiki helikopter. Walau sebetulnya si anak takut, tapi dia harus mau melihat seperti apa pekerjaan ibunya. Maya menegaskan, bahwa hidup itu memang harus berjuang. Sesuatu yang nikmat itu tidak bisa langsung diperoleh. Dan Maya selalu menekankan pada anaknya, kunci untuk mendapatkan kesuksesan itu ada tiga hal, yaitu tidak lupa berterima kasih, mau meminta dan memberi maaf, serta saling menolong.

maya%2Bmiranda.jpg

Menurut Maya, yang paling penting dalam mendidik anak adalah, pendidikan akhlak, karena inilah yang akan menentukan kelak jadi apa seseorang. Tidak ada manfaatnya sekolah setinggi langit kalau tidak pernah menghargai orang lain. Maya pun selalu berusaha, ketika pertama kali bertemu dengan orang, ia harus membuat orang itu merasa nyaman dulu dengannya agar tidak ada jarak. Maya belajar kesederhanaan dari orangtuanya. Ayahnya dulu, meski punya jabatan tapi tidak pernah memanjakan anak-anaknya dengan uang. Karena menurut ayahnya, yang bisa membantu kesuksesan anak adalah sekolah dan akhlak yang baik. Bahkan, saat Maya kuliah di Australia, ia tetap diminta naik bus, sementara anak buah ayahnya bisa naik mobil sport. Tapi orangtuanya selalu menekankan, bahwa dalam hidup memang ada yang bisa dicapai, dan terkadang ada pula yang tidak. Tapi kalau Tuhan sudah menghendaki terjadi, maka akan terjadi. Semenjak itulah, Maya punya prinsip berjuang terus agar bisa membantu banyak orang.

Maya sendiri adalah bungsu dari 3 bersaudara. Ibunya yang dulunya seorang penyanyi seriosa kini sudah meninggal. Maya mengenal sosok ibunya sebagai perempuan yang tegas. Ibunya selalu menekankan, bahwa seorang perempuan harus punya harga diri, dan tidak boleh sembarangan. Perempuan juga harus tetap menjaga penampilan, jangan terlalu tomboi meskipun mengerjakan pekerjaan laki-laki. Perempuan boleh mempunyai jabatan tinggi di perusahaan, tapi begitu di rumah harus bersikap lembut, mau memasak dan mengurus suami. Oleh karena itu, meski Maya kini adalah Presiden Direktur di kantornya, tapi ketika di rumah ia tetap seorang ibu rumah tangga biasa, yang suka masak sop buntut, tiramisu, atau spageti buat anaknya.

Sumber : http://indonesiaenterpreneur.blogspot.co.id/2015/01/maya-miranda-ambarsari-sh-mib-kisah-ibu.html 

Video   

Komentar

Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar